Sial! Suara bising itu memecahkan kepala ku. Membubarkan semua ide yang sudah lama aku kumpulkan. Ia berlari ketakutan saat suara itu berbunyi. Bertengger di pojok kamar yang kumuh seorang diri. Andaikan pencipta suara itu tahu perasaan ide saat bebunyian itu dilantunkan. Aku yakin dia akan langsung merasa bersalah. Tapi mana mungkin pencipta bunyi tahu soal itu, bukankah suara itu diciptakan untuk mengusir ruang kosong di kesehariannya. Perlu diketahui bahwa ini bukan yang pertama kali kepala ku ambyar tak beraturan. Di beberapa kesempatan aku mencoba memanjakan ide dengan duduk di kamar yang cahaya mataharinya masuk, suasananya cukup tenang. Tetapi itu hanya sementara sebelum suara sialan itu terdengar.
Mau sampai kapan dirimu menakuti ide ku seperti itu. Bagimu mungkin itu adalah hiburan, tapi bagi ku ini adalah bentuk penyiksaan. Penyiksaan yang nyata. Aku membutuhkan suasana yang tenang, damai, dan sedikit keramaian untuk berkencan dengan ide. Dari kencan itu maka akan terlahir sebuah anak yang aku beri nama tulisan. Siklus semacam ini telah lama mandek akibat suara-suara tidak tahu sopan santun itu. Sudah kangen rasanya aku bisa bercumbu kembali dengan ide. Namun keinginan itu selalu terhalang oleh kekosongan yang kian nyata. Aku tidak menginginkan pencipta suara itu pergi, hanya saja suara itu cukup menganggu waktu kami berdua.
Lihatlah ulah suara sialan itu. Kini anak yang kami nantikan tidak kunjung keluar, sebab jalannya telah hilang di biaskan oleh suara lancang itu. Aku tidak mengerti bagaimana menangani hal tersebut. Berikanlah kami waktu untuk bisa berdua, rasanya tidak enak bila aku ditinggal sendirian. Tulisan ini tidak bisa tercipta apabila hanya diri ku seorang, tulisan ini tidak bisa lahir tanpa seorang ide. Seperti makan dengan satu jari, rasanya begitu sulit. Para pencipta suata itu, mereka tidak tahu jika ide sudah merajuk. Dia bisa saja pisah rumah dengan ku dan kabur entah kemana. Berbagai cara telah aku lakukan supaya ide itu tidak pergi. Tapi rasanya memang harus semedi untuk mendapatkannya kembali.
Banyak tulisan terlantar setelah aku ditinggal olehnya. Aku begitu kesusahan untuk mendidiknya menjadi sebuah tulisan yang utuh. Tidak kuat rasanya hati ini melihat tulisan yang malang itu. Ia tergantung dalam kondisi memprihatinkan antara dihapus atau diteruskan. Tapi diteruskan juga percuma. Jika seseorang berjalan tanpa tujuan, ia hanya akan menjadi pecundang. Aku tidak ingin anak ku menjadi seperti itu. Kini yang tersisa dari tulisan itu hanya fotonya saja. Aku sangat menikmati waktu yang singkat dengan ide. Setiap detik adalah emas. Tidak ada orang yang begitu setia mau menemani ku sesetia ide. Apalagi aku jauh dari orang tua. Ia begitu tulus dan baik, kehadirannya menghangatkan suasana. Dan untuk pencipta suara semoga kamu cepat menyadari kesalahan mu itu. Pikirkanlah kembali apakah suara itu diinginkan oleh orang lain atau malah menganggu orang lain.
Komentar
Posting Komentar