Diatas langit langit kamarku tengah berkumpul awan mendung. Gelap gulita kala itu, menyalakan lampu tidak sempat karena takut tersambar halilintar. Begitulah keadaan ini. Tapi yang lebih rumit adalah bagaimana awan mendung itu bisa masuk ke dalam kamarku. Mungkin karena fentilasi udara yang lebar sehingga membuat awan itu masuk dengan mudah. Tapi ini kamarku, bukan kamar orang sebelah. Kamar lain berisi burung berwarna-warni yang suaranya menghipnotis setiap jiwa. Entah bagaimana kamar itu begitu indah, mungkin fentilasi udaranya tertutup.
Setelah kamarku mendung begitu lama, hujan lebat tidak kunjung turun. Aku cukup menyesali hal ini. Harapku segeralah hujan agar pelangi segera menampakkan indahnya. Tapi begitulah agaknya perlu sedikit kesabaran menunggu hal itu terjadi. Aku hanya bisa merebahkan tubuhku diatas kasur yang penuh dengan pasir. Melihat awan mendung bergeliat memenuhi seisi kamar. Setelah berpikir panjang akhirnya aku mempunyai ide untuk memanggil pawang hujan. Aku menelepon salah seorang temanku untuk membantu mencarikannya.
Beberapa saat telah berlalu akhirnya pawang hujan menghubungiku. Ia berkata kalau awan mendung itu akan hilang jika aku tertidur. Kata-kata tersebut tidak masuk akal bagiku. Setelah itu pawang hujan mematikan telepon. Jangan bertanya mengapa pawang hujan itu tidak menemuiku secara langsung. Sebetulnya ini hanya pengalihan agar aku tidak dianggap orang lemah. Aku masih termenung apakah memang bisa awan mendung itu akan hilang jika aku tertidur. Tapi semakin aku memikirkannya, awan tersebut semakin tebal.
Akhirnya aku menuruti perkataan si pawang hujan. Ditengah gemuruh langit-langit yang mendung disertai angin kencang. Aku coba melelapkan mata. Dengan perasaan gelisah aku mencoba untuk tidur. Butuh waktu kurang lebih setengah tahun untuk tubuh ini betul-betul tertidur. Dan setelah waktu panjang itu berlalu akhirnya aku bisa tertidur pulas. Singkat cerita aku tertidur hanya semalam. Begitu pagi aku bangun awan mendung itu sudah tidak ada. Langit-langit kamarku begitu cerah. Ada banyak burung berkicauan dan pelangi warna-warni melintas di kamarku. Begitu lega rasanya hati ini.
Namun kebahagiaanku hanya sesingkat tidurku. Begitu aku bangun dari tempat tidur dan keluar untuk menyapa mentari. Awan mendung itu tersenyum dan menyapaku. Nampaknya ia sudah lama menunggu diluar. Hilang sudah mentari pagiku tertutup olehnya. Ini benar-benar hari yang sial. Akhirnya aku memutuskan untuk melihat-lihat kamar sebelah. Ternyata awan mendung itu tidak hanya memenuhi angkasa luar. Tapi juga memenuhi kamar-kamar orang lain. Begitu melihat hal tersebut. Akhirnya aku mencoba memikirkan bagaimana awan mendung ini hilang dari semua kamar. Belum sampai sepuluh detik, terdengar suara halilintar dari dalam kamarku. Sial awan mendung itu kembali nangkring di langit-langit kamarku.
Komentar
Posting Komentar