Tidak cukup sampai disitu. Di sepanjang hari yang kadang hujan kadang mendung. Pemuda itu kerap mengobral janjinya pada jiwa-jiwa yang gelisah. Apa yang selanjutnya Pemuda lakukan hanya akan membuat dirinya tampak baik secara lahir tetapi tidak secara batin. Pandangannya terhadap hidup dan keinginan nya untuk menjadi lebih baik kiranya perlu diapresiasi, namun tidak untuk diikuti. Begitu banyak kekeliruan yang nampak disana.
Entah bagaimana pandangan manusia terhadapnya. Pemuda itu menghilangkan telinga dan hanya memakai hati dan kedua bola mata yang berkaca-kaca itu. Hatinya diselimuti oleh pernak-pernik kebaikan tapi tidak untuk jiwanya yang dipenuhi oleh nafsu. Oh Tuhan begitu baik engkau mau menerima surat palsu yang dikirmkan Pemuda itu. Sudah banyak notifikasi yang diberikan Tuhan sebagai teguran kepada Pemuda itu. Tapi biarlah karena ia berfikir hidup ini sudah diatur begitu sempurna dalam Lauhul Mahfudz-Nya. Sebagai pemeran ia hanya perlu memahami perannya dalam drama ini, ia hanya perlu berperan sebagaimana mestinya yang telah ditetapkan dalam buku Tuhan.
Sampai suatu ketika Pemuda menjumpai kakek tua bernama Kakek Ila. Hati dan jiwanya mulai bergetar saat pertama kali mendengarkan nasehatnya itu. Lalu kemudian setelah proses yang begitu panjang Pemuda yang tidak ingin disebut namanya itu memutuskan untuk menata kembali apa yang ada didalam hatinya. Ia menulis kembali surat untuk Tuhan yang berisi bait-bait kegundahan dalam hatinya. Lima kali dalam sehari ia mengirimkan surat dengan harapan Tuhan membaca dan mengabulkan isi surat tersebut. Bayangkan betapa penuh nya kotak surat Tuhan hanya karena pesan dari pemuda itu.
Bencana mulai tiba, jiwanya yang dipenuhi nafsu membuat hatinya tertutup kabut tebal. Sehingga tidak mampu untuk melihat cahaya. Pernak-pernik yang ada didalamnya masih menyala, tapi tidak untuk sekarang karena cahaya itu telah tertutup oleh nafsu. Terjadilah Perang Dunia III didalam jiwanya. Nabi pernah berkata bahwa jihad terbesar adalah memerangi hawa nafsu. Sampai sekarang perang itu masih belum selesai. Entah mau sampai kapan tidak ada yang tahu. Surat-surat yang pemuda itu tulis semakin menumpuk sampai memenuhi hatinya. Barangkali dengan segala kemahakuasaan - Nya bukan tidak mungkin dengan satu rahmat yang diturunkan Nya akan membalas dan mengabulkan tumpukan surat yang selama ini ia tulis...
Sudut Qalbu, 22 September 2022
Komentar
Posting Komentar