Langsung ke konten utama

Catatan Perjalanan Ziarah ke Makam Syekh Basyarudin

 


Le, ngko lek wes nang Tulungagung ojo lali ziarah nang Syekh Basyarudin. Iku sesepuhe Tulungagung, mampiro terus dungoo ben Ilmu mu berkah.

Begitulah pesan yang sering saya dengar, ketika awal tiba di Tulungagung sebagai seorang perantu. Pesan tersebut gencar dihembuskan oleh para Kating (kaka tingkat) yang lebih dulu lama di Tulungagung.

Mendengar kalimat "Ilmu yang Berkah" mengingatkan saya kembali akan spirit yang dipegang selama kuliah di UIN SATU Tulungagung.  Ada dua hal yang ingin saya capai selama berproses, yaitu mendapatkan ridha kedua orang tua dan kelak mendapatkan ilmu yang berkah.  Kedua hal tersebut selalu saya jadikan pegangan baik ketika pulang ke kampung halaman (Indramayu) atau berpamitan dengan kedua orang tua saat hendak pergi ke Tulungagung.

Syekh Basyarudin merupakan ulama lokal yang kini makamnya menjadi salah satu wisata religi di Tulungagung, dan selalu ramai didatangi oleh peziarah dari belahan wilayah sekitar Tulungagung.  Begitu menurut pandangan penulis saat pertama kali. Makam Syekh Basyarudin berada di Kecamatan Kauman, Tulungagung, tidak terlalu jauh dari pusat kota. Parkirannya cukup luas dan bisa untuk tempat parkir kendaraan roda dua, mobil keluarga, bahkan mobil travel. Tempatnya pun bersih dan sudah ada mushola serta tempat wudhu untuk peziarah apabila ingin menunaikan sholat.

Kala itu, saya berangkat sore sekitar pukul 16.00 WIB bersama seorang teman. Kami menggunakan sepeda motor dan melintasi jalur kota, karena hemat kami jalan ini lebih cepat. Ketika sampai di sana, kami langsung bergegas dan mengambil wudhu, kemudian membacakan doa dan tahlil di dekat Makam Syekh Basyarudin. Saat itu cuaca sedikit mendung, namun tidak sampai turun hujan.  Ternyata saya datang tidak berdua, ada rombongan peziarah yang juga bertandang menggunakan mobil travel ke Makam Syekh Basyarudin, saya pun mengikuti arah jamaah tersebut karena memang belum tahu letak makamnya dimana. Maklum, karena ini pertama kali saya ziarah.

Ketika selesai membacakan doa dan tahlil saya pun bergegas untuk pulang, karena melihat awan sudah semakin hitam, khawatir kehujanan tidak bisa pulang karena saya tidak membawa mantel hujan. Saya megetahui Makam Syekh Basyarudin dari salah satu teman kontrakan, yang mengajak untuk ziarah di wilayah Tulungagung, termasuk Syekh Basyarudin ini. Begitupun teman yang mengantar saya berangkat, ia dinasehati setidaknya menziarahi Syekh Basyarudin agar ilmunya selama kuliah berharap bisa berkah dan bermanfaat.

Ketika selesai mengumandangkan doa dan tahlil, saya sempat merenung beberapa saat. Saya teringat dengan untuk apa saya jauh-jauh datang dari Indramayu ke Tulungagung, apa yang saya cari disini, ketika saya sudah memperolah apa yang saya cari, lantas selanjutnya apa yang harus saya lakukan. Sejumlah pertanyaan tersebut terus mengerumuni kepala saya dari mulai berangkat ke Makam Syekh Basyarudin sampai kembali ke kontrakan.

Tanpa perjuangan dan pengorbanan orang tua, saya tidak mungkin sampai dititik ini. Jarak yang sangat jauh dari Indramayu ke Tulungagung menjadi salah satu alasan mengapa saya harus menekuni pendidikan tinggi ini dengan serius, minimal jangan sampai menyusahkan atau bahkan mengecewakan orang tua. Oleh sebab itu, saya mengikhtiari semua proses ini dengan doa dan usaha. Salah satu media doa yang saya yakini adalah menziarahi makam orang-orang soleh.  Dengan harapan, saya mendapatkan kemudahan dan kelancaran untuk mendapatkan tujuan utama saya, yakni mendapatkan ridho kedua orang tua.

Saya memahami betul, bahwa idealnya muta'alim (pelajar/santri) dalam mencari ilmu hendaknya untuk mencari ridha Allah SWT, menggapai kebahagian akhirat, menghilangkan kebodohan pada diri sendiri dan orang lain, serta menghidupkan agama. Namun hal yang paling dasar untuk saya gapai sekarang ini adalah mendapatkan ridho-Nya. Saya meyakini bahwa ridha kedua orang tua adalah ridha Allah SWT. Oleh sebab itu, saya berusaha memperbaiki niat kuliah di Tulungagung sebagai Birrul Walidain. Agar setiap detiknya bernilai ibadah dengan selalu berusaha menziarahi makam alim ulama bukan hanya di Tulungagung, tetapi di Jawa Timur jika memiliki kesempatan.

Saya merasa orang yang bodoh dan tidak banyak hal yang bisa dilakukan kecuali tanpa meniatkan untuk menggapai ridha kedua orang tua. Bisa mengeyam pendidikan tinggi ini pun, saya merasa bahwa ini adalah sebuah anugerah yang Allah SWT berikan, bukan karena saya pintar melainkan saya manut terhadap keputusan orang tua. Tidak sampai disitu, saya juga betul meyakini bahwa masa yang akan datang akan tercipta melalui bagaimana kita memperlakukan orang tua hari ini. Sebab membahagiakan hati kedua orang tua adalah satu jalan untuk mengetuk pintu rahmat-Nya.

Renungan tersebut berlangsung cukup lama, mulai dari beranjak setelah selesai doa sampai berjalan kaki menuju arah parkiran. Saya melihat bahwa setiap kali melakukan ziarah ke makam para ulama, merupakan sebuah refleksi atas diri kita, untuk apa kita datang kesini, apa yang kita cari, apa yang kemudian di harapkan setelah semua itu diperoleh. Hemat saya, itu semua akan menjadi rambu untuk kemudian mengingatkan saya sebagai mahasiswa yang merantau jauh dari rumah hanya untuk menunaikan gelar sarjana. Orientasi yang saya maksud adalah sama seperti anak-anak yang lain. Suatu hari ining melihat orang tua bahagia atas pencapaian yang kita perolah, memberikan sandang, pangan, dan papan kepada mereka sebagai bentuk mulang trima, dan melihat usia senjanya penuh dengan rasa syukur dan kebahagiaan.

Ziarah ke Makam Syekh Basyarudin juga menjadi pintu awal bagi saya untuk terus meneladani sikap dan sifat orang-orang soleh melalui perjalanan hidupnya. Selain itu, saya juga menjadikan ziarah ini sebagai recharge untuk mengisi kebutuhan rohani, berharap bisa berkumpul dengan orang-orang soleh baik di dunia maupun di akhirat. Sebagai seorang musafir ilmu, tentu mendekatkan diri kepada ulama akan membukakan futuh dan menjadikan ilmunya bermanfaat bagi diri kita dan orang lain. Semoga kita diberi kesempatan untuk berkumpul dengan orang-orang soleh.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perempuan dan Perhiasan Terindah Dunia

Perempuan diciptakan oleh Allah SWT memiliki andil dalam dinamika kehidupan. Peran yang tidak bisa hilang dari seorang perempuan adalah sosok keibuan. Perempuan yang baik adalah yang bisa menjadi madrasatul ula bagi anak-anaknya. Artinya seorang ibu yang mendidik anaknya dengan cara yang baik, didukung dengan ketenangan, dan kesabaran. Akan menumbuhkan anak anak yang sholeh dan sholeha.  Perempuan tidak hanya dipandang sebatas fungsi biologis nya. Lebih jauh, akan melekat padanya cinta yang suci, kecantikan, kelembutan, dan keindahan yang menawan. Apabila seorang laki-laki hanya terpikat dengan wanita pada aspek wujud jasad semata, ia tidak akan mampu meningkatkan persepsinya kepada taraf yang lebih mulia.  Hubungan antara laki-laki dan perempuan adalah hubungan yang agung dan mulia. Seperti yang tertuang dalam firman Allah Q.S Ar-rum ayat 21 yang artinya; "Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untuk mu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cende...

Saat Kita Menjadi Mahasiswa Bimbingan Ibu Dr. Zulfatun Ni'mah, M.Hum

Senang sekali kita bertemu melalui tulisan ini. Menjadi seorang mahasiswa tidak akan lepas dengan tugas akhir atau skripsi. Saya adalah mahasiswa semester delapan yang sudah tentu tengah berkecimpung dalam proses pembuatan skripsi. Berbicara soal proses pembuatan skripsi tentu saya dan pembaca paham. Jika mengerjakan skripsi pasti memiliki dosen pembimbing.  Perkenalkan Ibu Dr. Zulfatun Ni'mah, M.Hum atau yang akrab dipanggil Bu Zulfa merupakan dosen pembimbing saya. Beliau adalah dosen mata kuliah sosiologi hukum, begitu lah saat saya pertama kali bertemu di kelas sebagai murid dan dosen. Bu Zulfa dikenal sebagai dosen yang perfeksionis dan tegas. Ada sebuah kejadian dimana ketika beliau tengah menjelaskan materi di kelas. Salah satu mahasiswa terlihat asyik memainkan handphone tanpa memperhatikan apa yang di sampaikan Bu Zulfa. Dengan tegas Bu Zulfa menegerus dan memperingati nya dengan keras, dan mengatakan untuk menaati peraturan dan kontrak belajar yang telah disepakati. Jika ...

Catatan Akhir Dari Skripsi

Oleh : Suyatno  Memasuki BAB V dalam penyusunan skripsi menjadi puncak kebahagiaan tersendiri bagiku. Sebelumnya, aku bergelut dengan data informan di BAB IV, bertemu dengan para dosen perempuan yang menjadi informan, serta melakukan observasi dan dokumentasi di kampus. Saat mulai mengkaji data dari BAB IV di BAB V, aku merasa senang karena membayangkan skripsiku akan segera selesai. Dalam BAB V ini, aku menulis temuan penelitian menggunakan perspektif gender. Sangat menyenangkan karena aku banyak belajar soal pengelolaan rumah tangga, mulai dari relasi suami-isteri, tugas dan pekerjaan rumah tangga, hingga pengasuhan anak pada keluarga perempuan karir. Setelah BAB V disetujui oleh dosen pembimbing, aku langsung "tancap gas" untuk menyelesaikan BAB VI, yakni kesimpulan dari skripsi. Tanpa harus merevisi terlalu banyak, skripsiku dinyatakan selesai oleh dosen pembimbing, dan aku diarahkan untuk segera melengkapi dokumen skripsi seperti surat persetujuan pembimbing,...