Langsung ke konten utama

Kepemimpinan Atas Diri Sendiri

Saat kita mulai berbicara soal kepemimpinan, maka sudut pandang pertama yang menjadi fokus adalah makna “pemimpin” dan “kepemimpinan”. Ketika kita mulai berimajinasi memikirkan definisi kedua hal tersebut, secara garis besar pemimpin bisa dikatakan sebagai orang yang dapat menunjukan arah kemana orang-orang akan menuju, sehingga banyak yang mempercayai dan mengikuti perkataannya. Sedangkan kepemimpinan merupakan cara seorang pemimpin malaksanakan, mengandung ilmu, teknik, seni, dan cara tersendiri.

Pada artikel kali ini, kita akan membicarakan soal kepemimpinan, apa itu kepemimpinan atas diri sendiri, mengapa kita perlu memimpin diri sendiri dan bagaimana kita mempraktikan dan mengimplementasikan ilmu tersebut.

Kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhi orang atau kelompok agar bertindak seperti yang kita diharapkan dalam rangka mencapai suatu tujuan yang diingikan. Kenapa kepemimpinana dikatakan sebagai seni ? sederhananya, karena kepemimpinan bisa dipelajari dan siapapun bisa melakukannya. Dalam kepemimpinan mengandung bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh dirinya atau kelompoknya. Kepemimpinan memiliki kualitas kualitas tertentu yang membedakan dirinya dengan pengikutnya.Itulah sebabnya kepemimpinan dapat dipahami sebagai pemaksaan atau pendesakan pengaruh secara tidak langsung dan sarana membentuk kelompok sesuai keinginan pemilik. 

Membicarakan soal kepemimpinan maka berkaitan erat dengan adanya proses, tindakan atau kemampuan untuk memengaruhi atau mengarahkan orang lain. Belajar tentang kepemimpinan menjadi penting, sebab sesuai hakikat manusia diciptakan di bumi, tidak lain sebagai khalifah. Tidak perlu jauh-jauh untuk melatih kemampuan kita dalam bidang kepemimpinan. Kita bisa memulainya dengan memimpin diri sendiri, seperti kata pepatah jawa “sebelum bisa memimpin orang lain, belajarlah memimpin diri sendiri terlebih dahulu”. Memimpin diri sendiri merupakan dasar dari segala bentuk kepemimpinan. Memimpin diri sendiri berarti kemampuan kita dalam mengendalikan hawa nafsu. Hawa nafsu memiliki kecenderungan yang mendorong seseorang untuk memenuhi apa yang diinginkan. 

Hawa nafsu bukan untuk dihilangkan, melainkan dikelola dengan baik. Sebab jika seseorang tidak dapat mengelola hawa nafsunya, ia akan dikendalikan oleh hawa nafsu dan tidak lebih seperti binantang, seperti firman Allah SWT dalam surat al-furqan ayat 43-44 yang artinya;
“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu) “

Seperti kata pepatah “setiap musuh yang anda perlakukan dengan sopan akan menjadi kawan kecuali nafsu”. Semakin lunak anda memperlakukannya, ia akan semakin melawan. Konsekuensinya adalah kita yang memimpin nafsu atau nafsu yang akan memimpin keseluruhan diri kita. Sebab bila kita sudah dikuasai oleh nafsu, maka tidak ada yang dapat mengendalikan diri selain diri kita sendiri. 

Lantas bagaimana kemudian kita melakukan kepemimpinan atas hawa nafsu kita ? ada berbagai cara untuk mengelola hawa nafsu dengan baik, entah dengan petunjtuk agama, mengamalkan perintah-perintah agama, atau dilawan dengan kesabaran. Salah satu yang ingin disampaikan oleh penulis adalah bagaimana kita menggunakan basic kepemimpinan untuk mengelola hawa nafsu dengan baik.

Sudah disinggung pada paragraf ketiga di atas, bahwa kepemimpinan mengandung kemampuan pribadi untuk mengajak orang lain supaya berbuat sesuatu. Andai kata orang yang diajak itu dikonsepsikan sebagai hawa nafsu, maka kita selaku pemimpin atas diri kita harus mampu mengajak diri kita sendiri untuk sadar dan selalu ingat mana hawa nafsu yang baik mana yang tidak. Bagaimana caranya? Kita bisa memulainya dengan membiasakan diri untuk bergaul dengan lingkungan yang positif seperti mengikuti kajian keagamaan, hadir dalam majelis ilmu, dan berteman dengan orang-orang sholih. Dengan demikian, kita akan terbiasa berpikir positif, sebab percaya atau tidak sudut pandang seseorang dipengaruhi oleh input yang masuk setiap hari.

Kemudian kepemimpinan dapat dipahami sebagai pemaksaan atau pendesakan. Setelah kita sudah mendapatkan lingkungan yang positif, melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat. Langkah berikutnya adalah bagaimana kita konsisten atau istiqomah dalam kegiatan tersebut. 
Rasulullah SAW pernah bersabda;
“Ya Rasulullah SAW tolong ajarkan sesuatu kepadaku yang paling penting dalam islam dan saya tidak akan bertanya lagi kepada siapapun. Nabi menjawab: “Katakanlah aku beriman kepada Alah, kemudian istiqomah (Konsisten menjalankan perintah-Nya dan mejauhi larangan).

Istiqomah memang berat, kebanyakan dari kita memang mampu untuk mendapatkan sesuatu, tapi tidak semua orang bisa mempertahankaanya. Setelah masuk dalam lingkunagn yang positif, maka langkah selanjutnya adalah kita istiqomah dalam lingkungan tersebut. Walaupun nanti banyak tantangan dan godaan, paksalah diri kita untuk terus bertahan. Karena memang konsep dari kepemimpinan atas diri kita salah satunya ialah pemaksaan atau pendesakan. Paksalah diri kita agar selalu dalam kebaikan dan hal positif. Mengapa perlu dipaksa ? tentu harus dipaksa. Untuk awal-awal kita perlu membiasakan diri dengan cara kita memaksa diri kita sendiri. Setelah fase ini berjalan, maka dari dipaksa akan terbiasa, dari terbiasa akan menjadi budaya, dan dari budaya akan menjadi karakter. 

Jadi, kepemimpinan atas diri sendiri adalah bagaimana kita memimpin hawa nafsu dengan baik. Pengelolaan hawa nafsu bisa dilakukan dengan dua acara, yakni pertama, membiasakan diri dengan masuk pada lingkungan yang baik, dan kedua paksa dan desak diri kita untuk istiqomah dalam lingkungan tersebut. Apabila kedua hal tersebut telah kita kuasai, berarti tandanya kita sudah bisa mempimpin diri kita sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perempuan dan Perhiasan Terindah Dunia

Perempuan diciptakan oleh Allah SWT memiliki andil dalam dinamika kehidupan. Peran yang tidak bisa hilang dari seorang perempuan adalah sosok keibuan. Perempuan yang baik adalah yang bisa menjadi madrasatul ula bagi anak-anaknya. Artinya seorang ibu yang mendidik anaknya dengan cara yang baik, didukung dengan ketenangan, dan kesabaran. Akan menumbuhkan anak anak yang sholeh dan sholeha.  Perempuan tidak hanya dipandang sebatas fungsi biologis nya. Lebih jauh, akan melekat padanya cinta yang suci, kecantikan, kelembutan, dan keindahan yang menawan. Apabila seorang laki-laki hanya terpikat dengan wanita pada aspek wujud jasad semata, ia tidak akan mampu meningkatkan persepsinya kepada taraf yang lebih mulia.  Hubungan antara laki-laki dan perempuan adalah hubungan yang agung dan mulia. Seperti yang tertuang dalam firman Allah Q.S Ar-rum ayat 21 yang artinya; "Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untuk mu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cende...

Saat Kita Menjadi Mahasiswa Bimbingan Ibu Dr. Zulfatun Ni'mah, M.Hum

Senang sekali kita bertemu melalui tulisan ini. Menjadi seorang mahasiswa tidak akan lepas dengan tugas akhir atau skripsi. Saya adalah mahasiswa semester delapan yang sudah tentu tengah berkecimpung dalam proses pembuatan skripsi. Berbicara soal proses pembuatan skripsi tentu saya dan pembaca paham. Jika mengerjakan skripsi pasti memiliki dosen pembimbing.  Perkenalkan Ibu Dr. Zulfatun Ni'mah, M.Hum atau yang akrab dipanggil Bu Zulfa merupakan dosen pembimbing saya. Beliau adalah dosen mata kuliah sosiologi hukum, begitu lah saat saya pertama kali bertemu di kelas sebagai murid dan dosen. Bu Zulfa dikenal sebagai dosen yang perfeksionis dan tegas. Ada sebuah kejadian dimana ketika beliau tengah menjelaskan materi di kelas. Salah satu mahasiswa terlihat asyik memainkan handphone tanpa memperhatikan apa yang di sampaikan Bu Zulfa. Dengan tegas Bu Zulfa menegerus dan memperingati nya dengan keras, dan mengatakan untuk menaati peraturan dan kontrak belajar yang telah disepakati. Jika ...

Catatan Akhir Dari Skripsi

Oleh : Suyatno  Memasuki BAB V dalam penyusunan skripsi menjadi puncak kebahagiaan tersendiri bagiku. Sebelumnya, aku bergelut dengan data informan di BAB IV, bertemu dengan para dosen perempuan yang menjadi informan, serta melakukan observasi dan dokumentasi di kampus. Saat mulai mengkaji data dari BAB IV di BAB V, aku merasa senang karena membayangkan skripsiku akan segera selesai. Dalam BAB V ini, aku menulis temuan penelitian menggunakan perspektif gender. Sangat menyenangkan karena aku banyak belajar soal pengelolaan rumah tangga, mulai dari relasi suami-isteri, tugas dan pekerjaan rumah tangga, hingga pengasuhan anak pada keluarga perempuan karir. Setelah BAB V disetujui oleh dosen pembimbing, aku langsung "tancap gas" untuk menyelesaikan BAB VI, yakni kesimpulan dari skripsi. Tanpa harus merevisi terlalu banyak, skripsiku dinyatakan selesai oleh dosen pembimbing, dan aku diarahkan untuk segera melengkapi dokumen skripsi seperti surat persetujuan pembimbing,...