Langsung ke konten utama

Sarjana di Mata Orangtua



Bisa mengeyam pendidikan tinggi adalah kesempatan sekaligus anugerah luar biasa yang dimiliki seseorang. Banyak dari kita yang ingin kuliah tapi terbentur oleh faktor ekonomi, budaya keluarga, dan lain sebagainya. Mereka yang kini tengah menjalani pendidikan tinggi di Universitas semestinya harus sadar seberapa beruntung dan betapa mahalnya kesempatan ini. Mereka yang didukung penuh oleh keluarga baik secara moral maupun moril, sudah menjadi ketentuan untuk menjalani proses pendidikan dengan penuh semangat dan mendedikasikan dirinya.

Gelar sarjana nampaknya masih terlalu ekslusif. Hal ini juga diperkuat dengan stereotip bahwa untuk menjadi sarjana harus memiliki banyak modal. Dan hanya orang-orang yang memiliki akses ekonomi lebih yang bisa mendapatkannya. Pemahaman demikian nyatanya keliru, banyak orang hanya bermodal niat dan tekad yang kuat mampu untuk mendapatkan gelar sarjana. Gelar sarjana bukan soal mempunyai uang dan materi, namun lebih dari itu perlu kegigihan dan kesungguhan hati. Ada banyak kesempatan bagi mereka yang berusaha untuk bisa mengikuti pendidikan tinggi. Misalnya berbagai program dan kebijakan yang terus ditawarkan pemerintah maupun swasta untuk membantu anak anak kurang mampu secara finansial agar bisa melanjutkan pendidikan sarjana. Disamping peluang untuk mendapatkan beasiswa, mereka juga harus optimis selagi ada kemauan yang kuat, pasti akan menemukan kemudahan.

Gelar sarjana bukan hanya untuk orang-orang yang berduit. Banyak kita temui orang-orang sukses yang memiliki latar belakang dari orang biasa, atau bahkan orang susah. Tidak bisa dipungkiri, golongan mereka memang nyata adanya. Ada satu hal yang bisa kita selaraskan bersama dari kalangan demikian, yakni kemantapan dan kesungguhan niat yang begitu luar biasa. Melihat dari berbagai rekam jejak yang sudah ada, dari kedua hal tersebut akan mendatangkan kemudahan dan kesempatan, yang kemudian menghantarkan mereka pada cita-cita dan titik kesuksesan. Proses panjang dan sulit inilah yang perlu ditekankan bahwa gelar sarjana bukan hanya bagi orang-orang yang memiliki akses ekonomi lebih.

Pemahaman bahwa gelar sarjana menjadi tolak ukur yang mutlak bagi kesuksesan seseorang adalah kesalahan besar. Sarjana bukan menjadi  jaminan bagi kesuksesan seseorang. Tapi sarjana hanya memperbesar peluang untuk meraih kesuksesan. Artinya kesuksesan bukan terletak pada gelar atau atribut melainkan dari bagaimana kita merespon dan mampu menyelesaikan masalah. Kekeliruan ini kemudian terus dibudayakan oleh stigma masyarakat. Salah satunya mungkin orang tua kita, yang sering di internalisasikan menjadi sikap dan perilaku, jika sarjana harus menjadi PNS, kerja harus kantoran, memiliki gaji tetap, punya ini-itu, dan lain sebagainya. Padahal nyatanya esensi dari tujuan sarjana adalah membangun struktur berpikir yang sistematis dan solutif.

Pandangan bahwa Gelar Sarjana itu perlu modal besar dan menjadi tolak ukur kesuksesan seseorang, sampai sekarang masih langgeng dalam alam bawah sadar orang tua. Namun hal ini bisa dipahami dari sisi lain, mengapa ada orangtua yang seperti itu. Bisa jadi alasan terbesar adalah sewaktu mereka muda dulu untuk menjadi lulusan S1 adalah satu hal yang tidak mudah atau bahkan mustahil untuk diraih. Kalau boleh jujur, orang tua saya sendiri hanya lulusan SD, dan mereka pernah mengatakan bahwa orang zaman dulu sudah mampu lulus SMP saja rasanya lebih dari cukup. Maka tidak heran jika pandangan mereka terhadap anaknya yang ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi selalu dibenturkan oleh dua hal di atas.


Kalau kamu bagaimana? 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perempuan dan Perhiasan Terindah Dunia

Perempuan diciptakan oleh Allah SWT memiliki andil dalam dinamika kehidupan. Peran yang tidak bisa hilang dari seorang perempuan adalah sosok keibuan. Perempuan yang baik adalah yang bisa menjadi madrasatul ula bagi anak-anaknya. Artinya seorang ibu yang mendidik anaknya dengan cara yang baik, didukung dengan ketenangan, dan kesabaran. Akan menumbuhkan anak anak yang sholeh dan sholeha.  Perempuan tidak hanya dipandang sebatas fungsi biologis nya. Lebih jauh, akan melekat padanya cinta yang suci, kecantikan, kelembutan, dan keindahan yang menawan. Apabila seorang laki-laki hanya terpikat dengan wanita pada aspek wujud jasad semata, ia tidak akan mampu meningkatkan persepsinya kepada taraf yang lebih mulia.  Hubungan antara laki-laki dan perempuan adalah hubungan yang agung dan mulia. Seperti yang tertuang dalam firman Allah Q.S Ar-rum ayat 21 yang artinya; "Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untuk mu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cende...

Saat Kita Menjadi Mahasiswa Bimbingan Ibu Dr. Zulfatun Ni'mah, M.Hum

Senang sekali kita bertemu melalui tulisan ini. Menjadi seorang mahasiswa tidak akan lepas dengan tugas akhir atau skripsi. Saya adalah mahasiswa semester delapan yang sudah tentu tengah berkecimpung dalam proses pembuatan skripsi. Berbicara soal proses pembuatan skripsi tentu saya dan pembaca paham. Jika mengerjakan skripsi pasti memiliki dosen pembimbing.  Perkenalkan Ibu Dr. Zulfatun Ni'mah, M.Hum atau yang akrab dipanggil Bu Zulfa merupakan dosen pembimbing saya. Beliau adalah dosen mata kuliah sosiologi hukum, begitu lah saat saya pertama kali bertemu di kelas sebagai murid dan dosen. Bu Zulfa dikenal sebagai dosen yang perfeksionis dan tegas. Ada sebuah kejadian dimana ketika beliau tengah menjelaskan materi di kelas. Salah satu mahasiswa terlihat asyik memainkan handphone tanpa memperhatikan apa yang di sampaikan Bu Zulfa. Dengan tegas Bu Zulfa menegerus dan memperingati nya dengan keras, dan mengatakan untuk menaati peraturan dan kontrak belajar yang telah disepakati. Jika ...

Catatan Akhir Dari Skripsi

Oleh : Suyatno  Memasuki BAB V dalam penyusunan skripsi menjadi puncak kebahagiaan tersendiri bagiku. Sebelumnya, aku bergelut dengan data informan di BAB IV, bertemu dengan para dosen perempuan yang menjadi informan, serta melakukan observasi dan dokumentasi di kampus. Saat mulai mengkaji data dari BAB IV di BAB V, aku merasa senang karena membayangkan skripsiku akan segera selesai. Dalam BAB V ini, aku menulis temuan penelitian menggunakan perspektif gender. Sangat menyenangkan karena aku banyak belajar soal pengelolaan rumah tangga, mulai dari relasi suami-isteri, tugas dan pekerjaan rumah tangga, hingga pengasuhan anak pada keluarga perempuan karir. Setelah BAB V disetujui oleh dosen pembimbing, aku langsung "tancap gas" untuk menyelesaikan BAB VI, yakni kesimpulan dari skripsi. Tanpa harus merevisi terlalu banyak, skripsiku dinyatakan selesai oleh dosen pembimbing, dan aku diarahkan untuk segera melengkapi dokumen skripsi seperti surat persetujuan pembimbing,...