Bisa mengeyam pendidikan tinggi adalah kesempatan sekaligus anugerah luar biasa yang dimiliki seseorang. Banyak dari kita yang ingin kuliah tapi terbentur oleh faktor ekonomi, budaya keluarga, dan lain sebagainya. Mereka yang kini tengah menjalani pendidikan tinggi di Universitas semestinya harus sadar seberapa beruntung dan betapa mahalnya kesempatan ini. Mereka yang didukung penuh oleh keluarga baik secara moral maupun moril, sudah menjadi ketentuan untuk menjalani proses pendidikan dengan penuh semangat dan mendedikasikan dirinya.
Gelar sarjana nampaknya masih terlalu ekslusif. Hal ini juga diperkuat dengan stereotip bahwa untuk menjadi sarjana harus memiliki banyak modal. Dan hanya orang-orang yang memiliki akses ekonomi lebih yang bisa mendapatkannya. Pemahaman demikian nyatanya keliru, banyak orang hanya bermodal niat dan tekad yang kuat mampu untuk mendapatkan gelar sarjana. Gelar sarjana bukan soal mempunyai uang dan materi, namun lebih dari itu perlu kegigihan dan kesungguhan hati. Ada banyak kesempatan bagi mereka yang berusaha untuk bisa mengikuti pendidikan tinggi. Misalnya berbagai program dan kebijakan yang terus ditawarkan pemerintah maupun swasta untuk membantu anak anak kurang mampu secara finansial agar bisa melanjutkan pendidikan sarjana. Disamping peluang untuk mendapatkan beasiswa, mereka juga harus optimis selagi ada kemauan yang kuat, pasti akan menemukan kemudahan.
Gelar sarjana bukan hanya untuk orang-orang yang berduit. Banyak kita temui orang-orang sukses yang memiliki latar belakang dari orang biasa, atau bahkan orang susah. Tidak bisa dipungkiri, golongan mereka memang nyata adanya. Ada satu hal yang bisa kita selaraskan bersama dari kalangan demikian, yakni kemantapan dan kesungguhan niat yang begitu luar biasa. Melihat dari berbagai rekam jejak yang sudah ada, dari kedua hal tersebut akan mendatangkan kemudahan dan kesempatan, yang kemudian menghantarkan mereka pada cita-cita dan titik kesuksesan. Proses panjang dan sulit inilah yang perlu ditekankan bahwa gelar sarjana bukan hanya bagi orang-orang yang memiliki akses ekonomi lebih.
Pemahaman bahwa gelar sarjana menjadi tolak ukur yang mutlak bagi kesuksesan seseorang adalah kesalahan besar. Sarjana bukan menjadi jaminan bagi kesuksesan seseorang. Tapi sarjana hanya memperbesar peluang untuk meraih kesuksesan. Artinya kesuksesan bukan terletak pada gelar atau atribut melainkan dari bagaimana kita merespon dan mampu menyelesaikan masalah. Kekeliruan ini kemudian terus dibudayakan oleh stigma masyarakat. Salah satunya mungkin orang tua kita, yang sering di internalisasikan menjadi sikap dan perilaku, jika sarjana harus menjadi PNS, kerja harus kantoran, memiliki gaji tetap, punya ini-itu, dan lain sebagainya. Padahal nyatanya esensi dari tujuan sarjana adalah membangun struktur berpikir yang sistematis dan solutif.
Pandangan bahwa Gelar Sarjana itu perlu modal besar dan menjadi tolak ukur kesuksesan seseorang, sampai sekarang masih langgeng dalam alam bawah sadar orang tua. Namun hal ini bisa dipahami dari sisi lain, mengapa ada orangtua yang seperti itu. Bisa jadi alasan terbesar adalah sewaktu mereka muda dulu untuk menjadi lulusan S1 adalah satu hal yang tidak mudah atau bahkan mustahil untuk diraih. Kalau boleh jujur, orang tua saya sendiri hanya lulusan SD, dan mereka pernah mengatakan bahwa orang zaman dulu sudah mampu lulus SMP saja rasanya lebih dari cukup. Maka tidak heran jika pandangan mereka terhadap anaknya yang ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi selalu dibenturkan oleh dua hal di atas.
Kalau kamu bagaimana?
Komentar
Posting Komentar