Kang aran sholeh bagus atine
Kerono mapan seri ngelmune
Laku thoriqot lan ma’rifate
Ugo haqiqot maning rasane...
Ya Rosulullah, salamun alaik
Ya rafi’a syaani wadaroji
Athfatayyaji rotal ‘alami
Ya uhailalju diwal karomi...
Al–Qur’an qodim wahyu minulyo
Tanpo tinulis iso diwoco
Iku wejangan guru waskito
Den tancepake ing jero dodo...
Begitulah lantunan syiir tanpo waton yang sering saya dengar waktu sore di teras rumah. Syiir yang dipopulerkan oleh almarhum Gus Dur sejak tahun 2009 ini, memiliki irama yang khas dan liriknya yang serat akan pesan-pesan sosial, agama, dan moral. Membuat syiiran ini selalu membekas pada hati siapapun yang mendengarnya. Dari penggalan lirik syiir tanpo weton di atas, ada sebuah kalimat yang membuat saya penasaran, yaitu Guru Waskito. Bagi beberapa orang, istilah tersebut tidaklah asing, namun juga sedikit orang yang mengetahui siapa sosok Guru Waskito. Tapi apakah selama ini pernah terbesit dalam benak kita, siapa sebetulnya Guru Waskito?
Rasa penasaran saya semakin kuat, kala beberapa hari lalu. Saya membaca sebuah artikel yang dibuat oleh kaka tingkat, dimana ia menuliskan pengalamannya mengikuti kegiatan bakti sosial bersama masyarakat untuk membersihkan selokan yang dipenuhi sampah. Dalam tulisannya itu, Guru Waskito menjadi istilah untuk menggambarkan orang yang bukan hanya pintar dalam membuat gagasan. Melainkan orang yang mampu terjun secara langsung untuk mewujudkan gagasan tersebut. Bukan hanya itu, ia juga menggambarkan sosok Guru Waskito sebagai wujud tanggung jawab dan kepedulian yang harus dimiliki oleh setiap orang.
Dalam beberapa literatur, saya menemukan jawaban. Guru waskito merupakan tokoh utama dalam sebuah novel yang cukup lawas, berjudul Pertemuan Dua Hati. Diterbitkan pertama kali pada tahun 1983. Buku ini adalah salah satu karya terbaik dari novelis angkatan tahun 50an bernama Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin atau yang lebih dikenal Nh. Dini. Dan menjadi best seller pada masanya di tahun 1980 an. Kisahnya yang sangat inspiratif menjadi alasan mengapa novel ini begitu laku di pasaran.
Novel Pertemua Dua Hati, menceritakan seorang Guru SD bernama Bu Suci, sosok yang memiliki sifat penyayang, bertanggung jawab, taat, penyabar, peduli terhadap anak didiknya, dan profesional dalam pekerjaannya. Dan seorang muridnya yang nakal, sering bolos, suka mengacau, memukul temannya, memberontak, dan kurang perhatian dari orang tuanya, bernama Waskito. Secara singkat novel Pertemuan Dua Hati menceritakan kehidupan sosial dengan tema seorang Guru berdedikasi tinggi yang tekun dan giat dalam mengajar serta mendidik anak muridnya.
Novel satu ini mengandung banyak nilai-nilai kehidupan yang bisa kita petik, seperti nilai sosial, nilai agama, dan nilai moral. Nilai sosial begitu terpancar jelas dari tema novel itu sendiri, hubungan Guru dan Murid yang penuh kasih sayang, hubungan yang sudah seperti orang tua terhadap anaknya. Nilai moral yang disampaikan penulis perlu menjadi catatan, bahwa anak-anak tumbuh bukan hanya sekedar memerlukan makanan, mereka juga butuh kemesraan dan perhatian. Rasa cinta yang diperlihatkan kepada mereka, menanamkan benih kekuatan tersendiri. Seorang anak tidak hanya harus dipenuhi kebutuhan biologisnya, mereka juga perlu diberikan perlakuan yang sifatnya rasa, seperti halnya kasih sayang, kepedulian, perhatian, kemesraan dan lain sebagainya.
Syiir tanpo waton merupakan syiir yang diciptakan oleh KH. Mohammad Nizam As-Shofa. Beliau adalah pimpinan Pondok Pesantren Ahlus Shofa wal Wafa, Kecamatan Wonoayu, Sidoarjo pada tahun 2004. Sosok KH. Mohammad Nizam atau Gus Nizam pada mulanya menciptakan syiir ini karena ia banyak menemukan maraknya golongan Islam garis keras yang mengatasnamakan Islam dan fenomena maraknya kondisi umat Islam yang sudah tidak sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad, Sahabat, Walisongo, dan para ulama' terdahulu. Sehingga pada setiap bait syiirnya banyak mengandung pesan dan wasilah yang menjadi pedoman kehidupan kita sehari-hari.
Membincang kembali soal Guru Waskito yang saya sampaikan di awal. Titik temu antara syiir tempo wathon dan novel Pertemuan Dua Hati, akhrinya menunjukan kepada kita siapa sosok Guru Waskito. Bu Suci seorang tokoh protagonis dalam novel Pertemuan Dua Hati ialah sosok Guru Waskito pada syiir tanpo wethon. Saya berasumsi demikian, sebab melihat tahun terbit atau penciptaan keduanya, Novel Pertemuan Dua Hati diterbitkan pertama kali pada tahun 1983, sedangkan syiir tanpo waton diciptakan oleh Gus Nizam pada tahun 2004. Lebih lajut novel Pertemuan Dua Hati menjadi sangat populer di tahun 80an. Bukan hal yang mustahil ketenaran kisah dalam novel ini terkenal dan melekat khususnya dikalangan keagamaan.
Guru Waskito dalam kisahnya selalu digambarkan sebagai sifat yang penuh cinta kasih, pendidik, peduli, dan orang yang taat. Dari paparan di atas kita dapat menyimpulkan bahwa sosok Guru Waskito adalah figur yang perlu kita teladani dan percontohan yang baik, khususnya bagi para guru dan orang tua. Ini sekaligus mengingatkan kepada kita, bahwa seorang anak sudah semestinya diberikan perhatian, cinta kasih, kepedulian, dan perhatian. Mendidik dengan cara mencontohkan dan melakukannya adalah pesan yang ingin disampaikan dalam novel Pertemuan Dua Hati. Anak-anak tumbuh bukan hanya sekedar asal terpenuhi isi perutnya, mereka juga butuh diperhatikan dan di didik dengan cinta. Rasa cinta yang terus menerus diperlihatkan kepada mereka akan menanamkan benih kekuatan tersendiri
Komentar
Posting Komentar