Langsung ke konten utama

Kompetensi Absolut Pengadilan Negara dan Pengadilan Tuhan


Pernah mendengar kasus pencurian, penipuan, pembunuhan, pemerkosaan atau korupsi? . Tahukah kamu bahwa bentuk kejahatan yang disebutkan itu melanggar dua dimensi hukum, yakni hukum negara dan hukum Tuhan. Hukum negara atau hukum positif adalah seperangkat hukum yang berlaku di dalam suatu negara. Dimana apabila kita melanggar aturan tersebut akan diberikan sanksi pidana. 

Sedangkan hukum Tuhan, apabila kita melanggar aturan (syariat) agama akan dikenakan dosa yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Namun rasa sakit hati, pemarah, dendam, dengki, dan serakah itu semua tidak bisa dijamah pengadilan negara. Melainkan diatur oleh hukum Tuhan sebagai dosa. Tapi kemudian jika sifat-sifat tersebut diimplementasikan dalam sikap dan perilaku maka menimbulkan perbuatan melawan hukum yang menjadi ranah pengadilan negara. Misalnya keserakahan diwujudkan akan terjadi korupsi, sakit hati jika diwujudkan bisa berujung pembunuhan, dengki jika diwujudkan bisa menimbulkan pencemaran nama baik. Dualisme itu akan saling terhubung antara satu sama lain. 

Namun saya ingin menggaris bawahi bahwa sikap-sikap diatas, baik menurut hukum negara atau hukum Tuhan menjadi faktor yang memberatkan bagi hukuman seseorang. Disini kita mengetahui bahwa apapun yang kita lakukan memiliki konsekwensi dan hubungan sebab-akibat. Namun sesungguhnya akar dari segala adalah ketika seseorang cinta kepada uang. Siapapun kalau sudah cinta akan mengorbankan apapun demi memiliki sang dicinta walau harus menyiksa dirinya dengan berbagai duka. Kita melihat hari ini banyak yang dihukum dan ditahan oleh Pengadilan karena memburu uang dengan cara yang tidak baik. 

Puncak kehancuran seseorang adalah ketika menganggap bahwa uang merupakan segalanya. Mungkin hidup mereka mudah dan enak, tapi apakah semua itu memang uang yang halal?. Saya bukan bermaksud suudzon kepada meraka yang bergelimang harta, tapi melihat realitas dan fenomena hari ini. Agaknya begitu sulit untuk tidak berasumsi demikian. Yang terpenting adalah kita perlu ingat sebuah pesan yang saya dapat dari orang bijak bahwa lebih baik sengsara membawa nikmat, daripada nikmat membawa sengsara. 

Dengan selalu menjaga hati seseorang akan selalu berhati-hati dalam berpikir dan melangkan. Kita merasa sepakat bahwa jika orang yang tidak bisa menjaga hatinya hidupnya akan simpang siur. Sepertinya misalnya menjadi pemarah, pendendam, terbawa hawa nafsu, sombong, angkuh dan lain sebagainya. Keadaan demikian jika tidak dapat dikontrol dengan baik. Akan membawa seseorang terjerembab pada dosa yang merupakan pelanggaran hukum negara dan hukum Tuhan. 

Jika kemudian seseorang mengatakan "Aku menyesal dan khilaf", maka perlu kita tanya, " Bukankah ada pepatah yang mengatakan pikir dahulu sesal kemudian tidak berguna ". Kadang-kadang hati nurani selalu tertutup oleh hawa nafsu sehingga yang muncul adalah arogansi belaka. Membersihkan dosan tidak seperti membersihkan baju. Oleh sebab itu kita mesti malu berbuat jahat di mata Tuhan. Ada beberapa perbedaan yang kita bisa lihat dengan jelas antara pengadilan negara dan pengadilan Tuhan. 

Pertama, dalam pengadilan negara ketika pelaku kejahatan tertangkap oleh aparat penegak hukum, pasti akan di proses hukum hingga perkaranya disidangkan di pengadilan negara. Adapun pengadilan Tuhan akan di sidangkan ketika orang sudah berada di alam akhirat. Namun saat pelaku masih hidup, ia hanya mendapatkan sanksi moral seperti rasa bersalah dan hidupnya tidak tenang. 

Kedua, dalam proses pengadilan negara mungkin kita masih berbohong, memalsukan data, membuat skenario palsu. Tapi pengadilan Tuhan berbohong adalah hal yang mustahil. Sebab semua anggota tubuh kota dari ujung rambut akan ujung kaki akan bersaksi atas semua yang kita lakukan selama di dunia. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perempuan dan Perhiasan Terindah Dunia

Perempuan diciptakan oleh Allah SWT memiliki andil dalam dinamika kehidupan. Peran yang tidak bisa hilang dari seorang perempuan adalah sosok keibuan. Perempuan yang baik adalah yang bisa menjadi madrasatul ula bagi anak-anaknya. Artinya seorang ibu yang mendidik anaknya dengan cara yang baik, didukung dengan ketenangan, dan kesabaran. Akan menumbuhkan anak anak yang sholeh dan sholeha.  Perempuan tidak hanya dipandang sebatas fungsi biologis nya. Lebih jauh, akan melekat padanya cinta yang suci, kecantikan, kelembutan, dan keindahan yang menawan. Apabila seorang laki-laki hanya terpikat dengan wanita pada aspek wujud jasad semata, ia tidak akan mampu meningkatkan persepsinya kepada taraf yang lebih mulia.  Hubungan antara laki-laki dan perempuan adalah hubungan yang agung dan mulia. Seperti yang tertuang dalam firman Allah Q.S Ar-rum ayat 21 yang artinya; "Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untuk mu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cende...

Saat Kita Menjadi Mahasiswa Bimbingan Ibu Dr. Zulfatun Ni'mah, M.Hum

Senang sekali kita bertemu melalui tulisan ini. Menjadi seorang mahasiswa tidak akan lepas dengan tugas akhir atau skripsi. Saya adalah mahasiswa semester delapan yang sudah tentu tengah berkecimpung dalam proses pembuatan skripsi. Berbicara soal proses pembuatan skripsi tentu saya dan pembaca paham. Jika mengerjakan skripsi pasti memiliki dosen pembimbing.  Perkenalkan Ibu Dr. Zulfatun Ni'mah, M.Hum atau yang akrab dipanggil Bu Zulfa merupakan dosen pembimbing saya. Beliau adalah dosen mata kuliah sosiologi hukum, begitu lah saat saya pertama kali bertemu di kelas sebagai murid dan dosen. Bu Zulfa dikenal sebagai dosen yang perfeksionis dan tegas. Ada sebuah kejadian dimana ketika beliau tengah menjelaskan materi di kelas. Salah satu mahasiswa terlihat asyik memainkan handphone tanpa memperhatikan apa yang di sampaikan Bu Zulfa. Dengan tegas Bu Zulfa menegerus dan memperingati nya dengan keras, dan mengatakan untuk menaati peraturan dan kontrak belajar yang telah disepakati. Jika ...

Catatan Akhir Dari Skripsi

Oleh : Suyatno  Memasuki BAB V dalam penyusunan skripsi menjadi puncak kebahagiaan tersendiri bagiku. Sebelumnya, aku bergelut dengan data informan di BAB IV, bertemu dengan para dosen perempuan yang menjadi informan, serta melakukan observasi dan dokumentasi di kampus. Saat mulai mengkaji data dari BAB IV di BAB V, aku merasa senang karena membayangkan skripsiku akan segera selesai. Dalam BAB V ini, aku menulis temuan penelitian menggunakan perspektif gender. Sangat menyenangkan karena aku banyak belajar soal pengelolaan rumah tangga, mulai dari relasi suami-isteri, tugas dan pekerjaan rumah tangga, hingga pengasuhan anak pada keluarga perempuan karir. Setelah BAB V disetujui oleh dosen pembimbing, aku langsung "tancap gas" untuk menyelesaikan BAB VI, yakni kesimpulan dari skripsi. Tanpa harus merevisi terlalu banyak, skripsiku dinyatakan selesai oleh dosen pembimbing, dan aku diarahkan untuk segera melengkapi dokumen skripsi seperti surat persetujuan pembimbing,...