Pernah mendengar kasus pencurian, penipuan, pembunuhan, pemerkosaan atau korupsi? . Tahukah kamu bahwa bentuk kejahatan yang disebutkan itu melanggar dua dimensi hukum, yakni hukum negara dan hukum Tuhan. Hukum negara atau hukum positif adalah seperangkat hukum yang berlaku di dalam suatu negara. Dimana apabila kita melanggar aturan tersebut akan diberikan sanksi pidana.
Sedangkan hukum Tuhan, apabila kita melanggar aturan (syariat) agama akan dikenakan dosa yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Namun rasa sakit hati, pemarah, dendam, dengki, dan serakah itu semua tidak bisa dijamah pengadilan negara. Melainkan diatur oleh hukum Tuhan sebagai dosa. Tapi kemudian jika sifat-sifat tersebut diimplementasikan dalam sikap dan perilaku maka menimbulkan perbuatan melawan hukum yang menjadi ranah pengadilan negara. Misalnya keserakahan diwujudkan akan terjadi korupsi, sakit hati jika diwujudkan bisa berujung pembunuhan, dengki jika diwujudkan bisa menimbulkan pencemaran nama baik. Dualisme itu akan saling terhubung antara satu sama lain.
Namun saya ingin menggaris bawahi bahwa sikap-sikap diatas, baik menurut hukum negara atau hukum Tuhan menjadi faktor yang memberatkan bagi hukuman seseorang. Disini kita mengetahui bahwa apapun yang kita lakukan memiliki konsekwensi dan hubungan sebab-akibat. Namun sesungguhnya akar dari segala adalah ketika seseorang cinta kepada uang. Siapapun kalau sudah cinta akan mengorbankan apapun demi memiliki sang dicinta walau harus menyiksa dirinya dengan berbagai duka. Kita melihat hari ini banyak yang dihukum dan ditahan oleh Pengadilan karena memburu uang dengan cara yang tidak baik.
Puncak kehancuran seseorang adalah ketika menganggap bahwa uang merupakan segalanya. Mungkin hidup mereka mudah dan enak, tapi apakah semua itu memang uang yang halal?. Saya bukan bermaksud suudzon kepada meraka yang bergelimang harta, tapi melihat realitas dan fenomena hari ini. Agaknya begitu sulit untuk tidak berasumsi demikian. Yang terpenting adalah kita perlu ingat sebuah pesan yang saya dapat dari orang bijak bahwa lebih baik sengsara membawa nikmat, daripada nikmat membawa sengsara.
Dengan selalu menjaga hati seseorang akan selalu berhati-hati dalam berpikir dan melangkan. Kita merasa sepakat bahwa jika orang yang tidak bisa menjaga hatinya hidupnya akan simpang siur. Sepertinya misalnya menjadi pemarah, pendendam, terbawa hawa nafsu, sombong, angkuh dan lain sebagainya. Keadaan demikian jika tidak dapat dikontrol dengan baik. Akan membawa seseorang terjerembab pada dosa yang merupakan pelanggaran hukum negara dan hukum Tuhan.
Jika kemudian seseorang mengatakan "Aku menyesal dan khilaf", maka perlu kita tanya, " Bukankah ada pepatah yang mengatakan pikir dahulu sesal kemudian tidak berguna ". Kadang-kadang hati nurani selalu tertutup oleh hawa nafsu sehingga yang muncul adalah arogansi belaka. Membersihkan dosan tidak seperti membersihkan baju. Oleh sebab itu kita mesti malu berbuat jahat di mata Tuhan. Ada beberapa perbedaan yang kita bisa lihat dengan jelas antara pengadilan negara dan pengadilan Tuhan.
Pertama, dalam pengadilan negara ketika pelaku kejahatan tertangkap oleh aparat penegak hukum, pasti akan di proses hukum hingga perkaranya disidangkan di pengadilan negara. Adapun pengadilan Tuhan akan di sidangkan ketika orang sudah berada di alam akhirat. Namun saat pelaku masih hidup, ia hanya mendapatkan sanksi moral seperti rasa bersalah dan hidupnya tidak tenang.
Kedua, dalam proses pengadilan negara mungkin kita masih berbohong, memalsukan data, membuat skenario palsu. Tapi pengadilan Tuhan berbohong adalah hal yang mustahil. Sebab semua anggota tubuh kota dari ujung rambut akan ujung kaki akan bersaksi atas semua yang kita lakukan selama di dunia.
Komentar
Posting Komentar