Hakikatnya manusia akan terus berusaha mencari ketentraman dan kedamaian dalam hidupnya. Untuk mencapai hidup yang damai dan tentram tersebut, manusia akan berusaha melakukan berbagai upaya yang salah satunya menata moralitas. Moral atau moralitas dapat kita pahami sebagai nilai yang berkenaan dengan baik / buruk. Dalam suatu kelompok masyarakat biasanya memiliki ukuran tersendiri terhadap kategori baik dan buruk. Tentu yang namanya moralitas perlu ditata supaya diterima dengan baik oleh orang. Ada berbagai macam cara yang bisa dilakukan untuk menata moral. Yang salah satunya saya temui dalam satu perbincangan dengan salah seorang tokoh masyarakat yang sudah cukup sepuh.
Mari bersama-sama kita memahami apa yang ingin dikatakan oleh tokoh masyarakat tersebut. Pertama dengan menakar sesuatu dengan memulainya secara sederhana. Supaya gampang dipahami, saya bisa menganalogikannya seperti ini. misalnya saya mempunyai tabungan sebesar lima juta rupiah, dan akan saya berikan kepada orang tua seluruhnya. Maksud menakar sesuatu mulai dari sederhana disini adalah uang lima juta tersebut tidak akan langsung saya berikan seluruhnya. Melainkan diberikan mulai dari lima ratur ribu, kemudian saya tambah menjadi satu juta, lalu saya berikan lagi ke ibu satu juta setengah dan yang terakhir dua juta.
Pola semacam ini memang sederhana, tapi seringkali orang lupa. Walaupun uang yang diberikan lima juta rupiah, tapi karena kita memberikannya dengan cara seperti ini. Maka hati yang menerima bunganya berkali-kali. Berbeda jika uang tersebut diberikan secara langsung lima juta. Yah memang orangnya bahagia, tapi ketika kita memulainya dengan jumlah yang besar. Maka ketika orang tersebut meminta lebih dari itu, kita akan keteteran. Maka inilah trik supaya uangnya tidak begitu banyak, tapi nikmatnya luar biasa. Itu adalah contoh kecilnya saja. Hal demikian juga bisa kita terapkan ketika akan merencanakan pernikahan. Mulai dari khitbah sampai hari ijab qabul, bisa diterapkan konsep ini suapaya pasangan akan merasa betul-betul dihargai. Tidak percaya ? cobalah sendiri.
Kemudian jika tadi poin pertama, sekarang adalah poin kedua, yakni menerima. Hidup menjadi manusia memang harus bisa menerima dan siap menerima. Menerima jika kita lahir dari keluarga seperti ini, hidup dengan keadaaan yang mungkin bisa dibilang sulit, makan seadanya, penghasilan juga sedapatnya dan banyak lagi. Intinya kita belajar menerima dengan hidup yang kita jalani sekarang. Akan saya sampaikan apa yang menjadi obrolan saya dengan tokoh masyarakat tersebut.
Belajar menerima bisa dimulai dengan tidak pernah menuntut. Apapaun dan dalam hal apapun. Kalua dalam syiiran gusdur dikatakan;
Sabar narimo nadjan pas-pasan, Kebeh tinakdir saking pengeran
Atau jika dalam Bahasa Indonesia sabar menerima meskipun (hidup) pas-pasan, semua sudah ditakdirkan dari Allah SWT. Mestinya kita ini harus belajar menerima sejak dini. Dengan belajar menerima seseorang tidak akan banyak tuntutan dalam hidupnya. Berdamai dengan keadaan dan bisa mensyukri nikmat Allah lebih dalam.
Kedua poin diatas jika kita amalkan dan menjadi pegangan, maka akan membentuk karakter moral yang luar biasa. Secara perlahan hidupnya akan mulai terkonsep. Apalagi jika sudah berumah tangga dan mempunyai keturunan. Ilmu semacam ini telah diterapkan oleh beliau (tokoh masyarakat) di dalam rumah tangganya. Alhasil hidupnya tidak selalu dikerjar oleh tuntutan ego semata, istrinya selalu sayang dan perhatian setiap hari layaknya pengantin baru. Sampai anaknya pun menjadi penurut dan mengerti akan keadaan bapak dan keluarganya. Semoga bermanfaat.
Komentar
Posting Komentar