Langsung ke konten utama

Catatan litigasi : Tiga Ciri Retorika Orang yang Terdidik

Kamis, 8 Desember 2022 saya berkesempatan untuk mengunjungi Pengadilan Negeri Trenggalek. Tujuan utama dalam kunjungan ini adalah melaksanakan kegiatan observasi yang merupakan tugas UAS matakuliah Advokasi, Mediasi dan ADR. Saya pergi tidak sendiri, bersama ke enam teman yang terdiri dari dua laki-laki dan lima perempuan. Kami menempuh perjalanan hampir satu jam dari Tulungagung untuk sampai ke Pengadilan Negeri Trenggalek. Sesampainya di sana kami langsung disambut oleh humas dan dipertemukan langsung dengan Hakim. Kebetulan kami datang saat jam istirahat (waktu dzuhur) sehingga kami mempunyai cukup waktu untuk berbincang mengenai maksud dan tujuan kedatangan kami. 

Pak Bram begitu panggilan akrabnya, merupakan salah satu dari tiga Hakim yang ada di Pengadilan Negeri Trenggalek. Beliau membuka percakapan dengan memperkenalkan diri dan menanyakan tujuan kami untuk mengobservasi efektivitas mediasi yang ada di Pengadilan tersebut. Tidak lama berselang setelah perkenalan dan menyampaikan maksud kedatangan kami. Pak Bram memanggil dan memperkenalkan rekannya yaitu Pak Rivan dan Pak Gonzales. Ketiga Hakim ini sangat ramah kepada kami. Dan sangat terbuka untuk kami bisa bertanya langsung praktek mediasi yang ada di Pengadilan Negeri Trenggalek. Setelah itu Pak Bram mempersilahkan Pak Rivan untuk menjadi narasumber kami. Kata Pak Bram, Pak Rivan adalah hakim sekaligus mediator yang sudah bersertifikat. Hal ini membuat kami senang karena orang yang dicari dapat ditemui. 

Sebelum masuk pada inti percakapan, Pak Rivan memberikan pembekalan kepada kami tentang ontologi dan epistemologi mediasi. Hal ini dilakukan karena beliau memiliki prinsip bahwa siapapun yang datang ke Pengadilan, pulangnya harus membawa oleh-oleh. Baik itu berupa putusan perkara, pencerahan, nasihat, dan ilmu. Dalam penyampaiannya beliau menegaskan bahwa ucapan orang hukum itu harus memiliki landasan. Landasan yang bisa dipercaya dan bisa dipertanggung jawabkan. Dalam hati saya, kata-kata ini sudah sering terdengar di kelas. Tapi saya belum tahu bagaimana seorang hakim memaknai kata-kata tersebut. Sehingga memicu antusias saya untuk mendengarkan kata-kata beliau sampai selesai. 

Pak Rivan mengatakan ucapan orang terdidik harus memiliki tiga ciri. Orang terdidik menurut Pak Rivan adalah orang paham dengan situasi, kondisi dan hukum berlaku di masyarakat. Bukan hanya berbicara hukum tertulis tapi juga hukum tidak tertulis yang hidup di masyarakat. Ucapan orang terdidik harus terbangun dari statement, argumentasi, dan fakta. Disaat kita mengeluarkan statment tentang sesuatu, maka statement tersebut harus memiliki dasar atau landasan yang logis dan harus sesuai dengan fakta yang terjadi. Ketiga instrumen tersebut saling berkaitan dan harus ada pada setiap ucapan orang terdidik. Berbicara apapun itu harus memiliki tiga ciri diatas. Pak Rivan menegaskan hal ini perlu apalagi bagi seseorang yang menyandang status mahasiswa. 

Beliau melanjutkan "Seorang mahasiswa tidak boleh ragu untuk berargumen. Salahnya kamu itu masih dianggap wajar sebab kamu masih proses belajar. Maka kamu harus berani dan jangan malu untuk berargumen walaupun itu salah. Karena pengetahuan atau kebenaran akan datang dari sebuah kesalahan. Ingat kamu akan lebih malu jika salahnya sudah menyandang gelar sarjana " Ujarnya. Hingga kemudian percakapan itu memunculkan keinginan untuk mengabadikannya dalam sebuah tulisan. Kemudian Pak Rivan juga memberikan contoh sederhana penerapan dari tiga ciri  telah saya jelaskan. Misalnya ada dua orang si A, B, dan si C. Kemudian si A mengatakan kepada si C bahwa dia tidak menyukai si B. Kemudian si C bertanya mengapa kamu tidak menyukai si B. Ternyata si B itu orangnya sombong, kalau di sapa tidak merespon. Kalau di panggil dia tidak menjawab. Lalu kemudian ketika si C bertemu dengan si B ternyata faktanya benar. 

Trenggalek, 5 Desember 2022

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perempuan dan Perhiasan Terindah Dunia

Perempuan diciptakan oleh Allah SWT memiliki andil dalam dinamika kehidupan. Peran yang tidak bisa hilang dari seorang perempuan adalah sosok keibuan. Perempuan yang baik adalah yang bisa menjadi madrasatul ula bagi anak-anaknya. Artinya seorang ibu yang mendidik anaknya dengan cara yang baik, didukung dengan ketenangan, dan kesabaran. Akan menumbuhkan anak anak yang sholeh dan sholeha.  Perempuan tidak hanya dipandang sebatas fungsi biologis nya. Lebih jauh, akan melekat padanya cinta yang suci, kecantikan, kelembutan, dan keindahan yang menawan. Apabila seorang laki-laki hanya terpikat dengan wanita pada aspek wujud jasad semata, ia tidak akan mampu meningkatkan persepsinya kepada taraf yang lebih mulia.  Hubungan antara laki-laki dan perempuan adalah hubungan yang agung dan mulia. Seperti yang tertuang dalam firman Allah Q.S Ar-rum ayat 21 yang artinya; "Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untuk mu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cende...

Saat Kita Menjadi Mahasiswa Bimbingan Ibu Dr. Zulfatun Ni'mah, M.Hum

Senang sekali kita bertemu melalui tulisan ini. Menjadi seorang mahasiswa tidak akan lepas dengan tugas akhir atau skripsi. Saya adalah mahasiswa semester delapan yang sudah tentu tengah berkecimpung dalam proses pembuatan skripsi. Berbicara soal proses pembuatan skripsi tentu saya dan pembaca paham. Jika mengerjakan skripsi pasti memiliki dosen pembimbing.  Perkenalkan Ibu Dr. Zulfatun Ni'mah, M.Hum atau yang akrab dipanggil Bu Zulfa merupakan dosen pembimbing saya. Beliau adalah dosen mata kuliah sosiologi hukum, begitu lah saat saya pertama kali bertemu di kelas sebagai murid dan dosen. Bu Zulfa dikenal sebagai dosen yang perfeksionis dan tegas. Ada sebuah kejadian dimana ketika beliau tengah menjelaskan materi di kelas. Salah satu mahasiswa terlihat asyik memainkan handphone tanpa memperhatikan apa yang di sampaikan Bu Zulfa. Dengan tegas Bu Zulfa menegerus dan memperingati nya dengan keras, dan mengatakan untuk menaati peraturan dan kontrak belajar yang telah disepakati. Jika ...

Catatan Akhir Dari Skripsi

Oleh : Suyatno  Memasuki BAB V dalam penyusunan skripsi menjadi puncak kebahagiaan tersendiri bagiku. Sebelumnya, aku bergelut dengan data informan di BAB IV, bertemu dengan para dosen perempuan yang menjadi informan, serta melakukan observasi dan dokumentasi di kampus. Saat mulai mengkaji data dari BAB IV di BAB V, aku merasa senang karena membayangkan skripsiku akan segera selesai. Dalam BAB V ini, aku menulis temuan penelitian menggunakan perspektif gender. Sangat menyenangkan karena aku banyak belajar soal pengelolaan rumah tangga, mulai dari relasi suami-isteri, tugas dan pekerjaan rumah tangga, hingga pengasuhan anak pada keluarga perempuan karir. Setelah BAB V disetujui oleh dosen pembimbing, aku langsung "tancap gas" untuk menyelesaikan BAB VI, yakni kesimpulan dari skripsi. Tanpa harus merevisi terlalu banyak, skripsiku dinyatakan selesai oleh dosen pembimbing, dan aku diarahkan untuk segera melengkapi dokumen skripsi seperti surat persetujuan pembimbing,...