Sudah hampir tiga bulan lamanya aku berada di tengah tanah rantau. Cukup lama rasanya tidak mencicipi masakan ibu yang selalu tersaji setiap pagi. Kepulan asap pawon yang pekat, harmoni suara peralatan masak saat digunakan, aroma masakan yang begitu harum sampai suasana makan yang dipenuhi canda tawa. Kenangan seperti itu pada hari ini telah dirindukan oleh para perantau. Aku mendengar celetukan beberapa orang bahwa mereka telah lama merindukan masakan rumah. Atau aku tambahkan kangen dengan suasana rumah. Memang wajar sebagai seorang anak yang jauh dengan orang tua dan keluarga. Perasaan rindu akan muncul ketika ia berada di suatu tempat yang berbeda dengan keluarga.
Selain masakan rumah yang terdengar menggiurkan. Dan suasana rumah yang begitu candu. Aku juga ingin kembali merasakan suasana bermain dengan teman teman di rumah. Aku merasa bahwa memang kurang baik juga berjauhan dengan orang orang yang kita sayangi. Menjadi bagian hidup dari mereka bagiku adalah rezeki yang harus aku syukuri. Aku teringat kisah Aquo Dwipayana dalam sebuah buku berjudul Produktif Sampai Mati yang ditulis oleh Eka Widyarto. Dalam buku tersebut Aquo Dwipayana menyebutkan bahwa salah satu rezeki dalam hidup yang betul-betul harus disyukuri adalah memiliki teman di berbagai daerah. Satu hal yang mengingatkan ku pada rumah adalah dikelilingi oleh teman, keluarga, dan guru-guru yang kita sayangi.
Ada banyak hal yang ingin aku ceritakan selama menyandang status anak rantau kepada mereka khususnya teman-teman ku. Mulai dari pengalaman yang lucu, kisah hidup yang menyulitkan, hingga hikmah yang diambil dari suatu peristiwa atau pengalaman selama di daerah rantau. Aku ingin bisa bercerita layaknya teman ku yang sudah cukup lama menjadi anak rantau di pulau sebrang. Dengan lamanya pengalaman itu ia berlagak seolah-olah aku adalah satu-satunya orang yang sudah merasakan asam garam menjadi anak rantau. Selepas ini aku juga ingin berlagak demikian, dan kemudian berkata seperti anak indie di pojok sana "Muda berkelana tua bercerita". Kata-kata ini sudah menjadi jargon andalan bagi beberapa orang di kampung ku. Saat ia membuat story dengan caption tersebut. Ia terlihat keren menurut dirinya sendiri.
Tetapi kalau boleh jujur aku sebetulnya ingin sekali bisa melihat secara langsung bagaimana keadaan orang tua di rumah. Bisa menghabiskan waktu dengan mereka di masa tuanya adalah impian semua anak termasuk aku sendiri. Selagi kita belum disibukan dengan pekerjaan, selagi kita belum disibukan mengurus anak dan istri. Aku ingin sekali bisa menghabiskan waktu ku semaksimal mungkin bersama orang yang telah melahirkan, membesarkan dan mendidik ku. Ali bin Abi Thalib pernah berkata "Orang tua merawat anaknya sambil menunggu anaknya tumbuh dewasa. Tapi anak merawat orang tua sambil menunggu kematiannya". Aku sangat tersentuh dengan kata-kata tersebut. Terlebih lagi aku adalah anak pertama dan satu-satunya dalam keluarga. Orang tua sangat berharap dan mengandalkan ku. Baik tenaga, pikiran, materi, waktu, dan segalanya saat ini dan suatu saat nanti. Sehingga ketika masa libur semester tiba, aku bergegas untuk memaksimalkan quality time bersama keluarga. Aku tidak pernah mendengarkan apa kata orang lain. Aku hanya mendengarkan apa yang orang tua ku katakan.
Kehadiran ku dalam keluarga adalah segalanya. Mulai dari kakek-nenek hingga anak-cucu. Keluarga besar ku tidak pernah bertempat tinggal berjauhan kecuali merantau atau memiliki usaha di daerah lain. Aku melihat keluarga ini memiliki ikatan yang begitu kuat di antara satu dengan yang lain. Aku mengamati hal ini dan menyadarinya baru sekarang. Hingga aku tersadar bahwa dalam keluarga ini keberadaan anggota keluarga atau kebersamaan adalah yang utama. Sungguh aku menemukan rezeki yang indah dalam keluarga ini. Aku pun merasa demikian, ikatannya begitu kuat dengan orang tua. Bahkan mungkin nanti untuk urusan jodoh dan pekerjaan. Rasanya aku tidak ingin jauh dari keluarga. Keluarga adalah wadah yang di dalamnya berkumpul rasa dan ikatan yang hidup pada diri setiap anggota keluarga dan terjalin semakin kuat seiring berjalannya waktu. Mungkin inilah privilege yang Allah berikan kepada ku.
Bukan hanya keluarga dan orang tua. Aku juga memiliki guru yang begitu aku ta'dzimi. Beliau sudah menjadi sepuh di kampung ku. Aku juga sangat bersyukur memiliki guru seperti mereka yang begitu alim. Hubungan kami juga begitu kuat. Ketika sedang berada di rumah saya selalu menyempatkan untuk soan ke rumah beliau. Kadang seminggu sekali atau sebulan sekali. Yah itung-itung bernostalgia waktu ngaji dulu. Memang aku sekarang tidak lagi ngaji seperti dulu masih sekolah SD, SMP dan SMA. Walaupun sudah tidak ngaji lagi dengan beliau-beliau. Tapi hubungan ku dengan guru-guru ku masih terjalin baik. Aku sangat ingin melihat bagaimana kabarnya sekarang ini. Aku merindukan senyumannya yang menyejukkan hati. Guyonannya yang sarat akan ilmu. Baik teman, orang tua, ataupun guru. Mereka adalah jimat yang senantiasa selalu menguatkan ku. Aku begitu menyayangi dan mencintai mereka. Aku juga sangat bersyukur bisa menjadi bagian dari mereka.
Komentar
Posting Komentar