Langsung ke konten utama

Halaqoh Pemikiran : Dipenjara Kalimat dan Cara Pembebasannya

Banyak orang mengalami kebingungan ketika membuat sebuah tulisan. Jenis tulisan apapun itu baik fiksi maupun non-fiksi atau ilmiah maupun bukan ilmiah. Muncul pertanyaan dalam benak kita "Kalimat apa yang sebaiknya saya tulis? " Tentu saya sebagai penulis pemula dan kita semua sering mengalami kendala tersebut. Ada sebuah perasaan ragu yang muncul saat kata demi kata mulai tersusun. Dan kadangkala kita malah dipenjara oleh kebingungan tersebut. Sehingga pada akhirnya kita hanya terdiam dan tidak melakukan apa-apa. Saya merasa ini merupakan hal yang wajar. Kehabisan kata-kata saat proses menulis menandakan kurangnya kosakata yang tersimpan didalam otak kita. Oleh karena itu pada sebuah kesempatan saya sempat berbincang dengan Mas Wok founder dari The Woks Institute. 

Satu hari sebelum tulisan ini dibuat adalah pertemuan saya dengan Mas Wok. Kebetulan saat itu Mas Wok tengah menghadiri acara di kampus Dakwah dan Peradaban. Dan menyempatkan waktu mampir di kontrakan Dulur Dermayu. Teras yang dingin menjadi terasa hangat oleh perbincangan kami. Saya menyebutnya sebuah halaqoh kecil yang dihadiri oleh dua orang. Didalamnya saya diajak menjelajah dunia pemikiran yang teramat luas. Begitu nyaman majlis ilmu malam itu sampai tidak terasa malam semakin larut sehingga kami memutuskan untuk menutup halaqoh tersebut. 

Sesuai dengan judul tulisan ini saya mencatat beberapa poin penting yang perlu untuk dibagikan. Tentang bagaimana seseorang menghadapi mati kata ketika menulis artikel, cerpen, membuat caption, opini dan lain sebagainya. Seperti yang saya sampaikan diatas bahwa penyebab seseorang mati kata atau buntu dalam merangkai kata adalah kurangnya koleksi kosakata yang dimiliki. Seseorang yang mempunyai banyak kosakata, membuat kalimat pertama atau kalimat pembuka bukanlah hal yang sulit. Maka dengan memperkaya atau menambah koleksi kosakata dengan membaca buku adalah salah satu alternatif untuk terhindar dari penjara yang bernama buntu kata. 

Ada dua hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi buntu kata yakni memperkaya bacaan dan memperbanyak latihan. Pertama, memperkaya bacaan bisa dilakukan dengan membaca buku, koran, majalah, berita, bahkan status di media sosial. Menumbuhkan kegemaran membaca merupakan pintu utama bagaimana seseorang memperkaya bacaannya. Dengan memperkaya bacaan maka kita akan banyak mengetahui berbagai kosakata baru. Lantas bagaimana jika orang tersebut malas untuk membaca? Dulu saya sendiri adalah orang yang malas membaca. Bahkan sekedar memegang buku saja hanya dilakukan saat sekolah. Itupun hanya buku catatan. Tetapi kemudian kebiasaan membaca itu muncul ketika saya mengerjakan tugas pelajaran Bahasa Indonesia. Tugasnya adalah membuat resensi novel. Waktu itu novel yang saya resensi adalah "Merindu Baginda Nabi" karya Habiburrahman El Shirazy.

Dari situlah kemudian pertama kali saya jatuh cinta dengan buku. Dan menjadi pemicu gairah literasi sampai sekarang. Artinya orang yang malas membaca sebetulnya tidak ada. Orang yang minat bacanya rendah bukan berarti ia malas untuk membaca. Hanya saja ia belum menemukan buku yang membuatnya jatuh cinta. Kedua, memperbanyak latihan. Kita sepakat bahwa guru terbaik adalah pangalaman. Untuk memperoleh pengalaman tersebut maka kita harus mengalami sebuah serangkaian kegiatan yang disebut dengan proses. Proses bagi seorang penulis bisa dianalogikan seperti orang mengasah pisau. Semakin sering pisau itu diasah maka akan semakin tajam. Begitu juga tulisan, semakin sering dilatih maka akan semakin renyah dan enak untuk dinikmati. Dari berbagai buku yang pernah saya baca ada banyak gaya kepenulisan yang unik dan menarik. Ada buku dimana setiap kalimat pembuka dalam sub-babnya menggunakan kalimat tanya seperti pada buku "Otak Cemerlang dan Hati Riang Berkat Gaya Menulis Freewriting"
Ada juga buku yang tulisannya menggunakan bahasa yang sangat sederhana, lugas dan mudah dimengerti. Seperti buku "Bicara Itu Ada Seninya" dan masih banyak lagi. Jadi dari penjelasan diatas dapat kita pahami bahwa semakin sering kemampuan menulis itu dilatih maka skill menulis nya pun akan meningkat seiring berjalannya waktu. 

Itulah dua tips atau cara membebaskan diri dari penjara kata. Ada banyak hal yang saya peroleh dari halaqoh pemikiran ini salah satunya kedua tips diatas. Dan ada satu poin lagi yang ingin saya sampaikan. Bergaul dengan orang yang  satu frekuensi atau orang yang memiliki kesamaan minat juga penting. Contohnya saya yang menyukai kepenulisan maka saya pun mencari circle yang mampu menunjang dan mengembangkan kemampuan saya dibidang kepenulisan ini. Tulisan ini mungkin tidak akan pernah tercipta apabila saya tidak mengenal Mas Wok. Dan saya juga mungkin tidak serius untuk menulis jika tidak mengenal Bambu Pena. Maka circle ini juga sangat berpengaruh dalam mengembangkan bakat dan minat seseorang. 

Rabu, 05 September 2022

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perempuan dan Perhiasan Terindah Dunia

Perempuan diciptakan oleh Allah SWT memiliki andil dalam dinamika kehidupan. Peran yang tidak bisa hilang dari seorang perempuan adalah sosok keibuan. Perempuan yang baik adalah yang bisa menjadi madrasatul ula bagi anak-anaknya. Artinya seorang ibu yang mendidik anaknya dengan cara yang baik, didukung dengan ketenangan, dan kesabaran. Akan menumbuhkan anak anak yang sholeh dan sholeha.  Perempuan tidak hanya dipandang sebatas fungsi biologis nya. Lebih jauh, akan melekat padanya cinta yang suci, kecantikan, kelembutan, dan keindahan yang menawan. Apabila seorang laki-laki hanya terpikat dengan wanita pada aspek wujud jasad semata, ia tidak akan mampu meningkatkan persepsinya kepada taraf yang lebih mulia.  Hubungan antara laki-laki dan perempuan adalah hubungan yang agung dan mulia. Seperti yang tertuang dalam firman Allah Q.S Ar-rum ayat 21 yang artinya; "Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untuk mu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cende...

Saat Kita Menjadi Mahasiswa Bimbingan Ibu Dr. Zulfatun Ni'mah, M.Hum

Senang sekali kita bertemu melalui tulisan ini. Menjadi seorang mahasiswa tidak akan lepas dengan tugas akhir atau skripsi. Saya adalah mahasiswa semester delapan yang sudah tentu tengah berkecimpung dalam proses pembuatan skripsi. Berbicara soal proses pembuatan skripsi tentu saya dan pembaca paham. Jika mengerjakan skripsi pasti memiliki dosen pembimbing.  Perkenalkan Ibu Dr. Zulfatun Ni'mah, M.Hum atau yang akrab dipanggil Bu Zulfa merupakan dosen pembimbing saya. Beliau adalah dosen mata kuliah sosiologi hukum, begitu lah saat saya pertama kali bertemu di kelas sebagai murid dan dosen. Bu Zulfa dikenal sebagai dosen yang perfeksionis dan tegas. Ada sebuah kejadian dimana ketika beliau tengah menjelaskan materi di kelas. Salah satu mahasiswa terlihat asyik memainkan handphone tanpa memperhatikan apa yang di sampaikan Bu Zulfa. Dengan tegas Bu Zulfa menegerus dan memperingati nya dengan keras, dan mengatakan untuk menaati peraturan dan kontrak belajar yang telah disepakati. Jika ...

Catatan Akhir Dari Skripsi

Oleh : Suyatno  Memasuki BAB V dalam penyusunan skripsi menjadi puncak kebahagiaan tersendiri bagiku. Sebelumnya, aku bergelut dengan data informan di BAB IV, bertemu dengan para dosen perempuan yang menjadi informan, serta melakukan observasi dan dokumentasi di kampus. Saat mulai mengkaji data dari BAB IV di BAB V, aku merasa senang karena membayangkan skripsiku akan segera selesai. Dalam BAB V ini, aku menulis temuan penelitian menggunakan perspektif gender. Sangat menyenangkan karena aku banyak belajar soal pengelolaan rumah tangga, mulai dari relasi suami-isteri, tugas dan pekerjaan rumah tangga, hingga pengasuhan anak pada keluarga perempuan karir. Setelah BAB V disetujui oleh dosen pembimbing, aku langsung "tancap gas" untuk menyelesaikan BAB VI, yakni kesimpulan dari skripsi. Tanpa harus merevisi terlalu banyak, skripsiku dinyatakan selesai oleh dosen pembimbing, dan aku diarahkan untuk segera melengkapi dokumen skripsi seperti surat persetujuan pembimbing,...