Berbicara mengenai budaya Indonesia tidak akan pernah ada habisnya. Terbentang dari Sabang sampai Merauke, kita akan menjumpai banyak keanekaragaman budaya, suku, ras, agama, bahkan flora dan fauna. Negara multikultural ini menyimpan sejuta tradisi yang masih hidup sampai sekarang. Salah satu kebiasaan masyarakat atau tradisi yang masih eksis, tidak lekang oleh waktu adalah Mapag Tamba di Kecamatan Sliyeg Kabupaten Indramayu.
Mungkin bagi sebagian orang kata "Mapag Tamba" Begitu asing terdengar ditelinga. Mapag Tamba sendiri merupakan sebuah tradisi yang dilakukan oleh para petani di Kabupaten Indramayu setiap masuk musim tanam padi. Perlu kita ketahui bahwa upacara Mapag Tamba dilaksanakan pada hari Jum'at pada usia padi menginjak 40-50 hari. Tujuannya yakni untuk menolak sumber bencana yang merusak sumber pencaharian warga dan melimpahnya hasil panen. Bencana yang dimaksud bisa berupa serangan hama, penyakit padi, kebanjiran, kebakaran, dan lain sebagainya. Maka untuk menghindari itu semua maka masyarakat Kecamatan Sliyeg memberikan sawah mereka dengan Tamba (Obat).
Kata Mapag Tamba sendiri berasal dari dua kata yakni Mapag yang berarti Menjemput dan Tamba yang berarti Obat. Jadi maksud dari Mapag Tamba adalah mengambil obat. Mengambil obat dari mana? Dan obatnya seperti apa?. Berdasarkan dari wawancara dan beberapa artikel yang saya baca. Tamba atau obat diambil dari sembilan sumber yaitu :
1. Mertasinga di Cirebon Utara
2. Air laut
3. Air papagan
4. Air sumur warak di Sukaurip Kecamatan Balongan Indramayu
5. Sumur jaba ( Sumur yang berada diluar)
6. Air jambangan (air yang ditempatkan dalam jambangan)
7. Air pande (Air yang digunakan untuk benda-benda yang dibuat di tukang pande)
8. Air leri (Air cucian beras) dan
9. Air sungai Cimanuk, Indramayu
Setelah sembilan air tersebut terkumpul langkah selanjutnya ialah menyebarkan Tamba ke padi. Namun sebelum itu ada beberapa tahap yang mesti dilalui. Menjemput Tamba, menyatukan Tamba dan memberikan Tamba ke tanaman padi.
1. Mengambil Tamba
Mengambil Tamba tidak bisa sembarangan, ada hari yang biasanya dikhususkan untuk mengambil Tamba yakni pada hari kamis. Waktunya pun hanya pagi sampai siang hari. Seseorang yang bertugas mengambil Tamba akan diberangkatkan oleh Kuwu (Kepala Desa) dari balai desa dengan ditandai pemukulan bareng. Adapun perlengkapan yang dibawa adalah wadah Tamba bisa berupa jerigen, botol dan sejenisnya.
2. Menyatukan Tamba
Jika mengambil Tamba dilakukan pada hari jum'at maka menyatukan Tamba dilaksanakan pada hari kamis malam. Peralatan yang digunakan antara lain paso, gayung, bumbung (Wadah yang terbuat dari bambu) berjumlah 14 buahbuah. Dan klaras (daun pisang kering) sebagai tutup bumbung. Selain itu ada beberapa pelengkap lain seperti sesaji. Rangkaian menyatukan Tamba adalah sebagai berikut :
Menyatukan Tamba dari sembilan sumber oleh kebayan.
– Sambutan Kuwu terkait dengan pelaksanaan Mapag Tamba.
– Tahlil dan doa bersama dipimpin oleh lebe.
– Tamba diisikan ke dalam bumbung oleh kebayan.
– Sambutan Kuwu terkait dengan pelaksanaan Mapag Tamba.
– Tahlil dan doa bersama dipimpin oleh lebe.
– Tamba diisikan ke dalam bumbung oleh kebayan.
3. Mengucurkan Tamba
Mengucurkan atau menyebarkan Tamba ke sawah dilakukan pada hari jumat. Ada suatu hal yang menarik perhatian saya yakni pakaian yang dikenakan saat mengucurkan Tamba.
Yah seperti yang nampak pada gambar diatas, mulai dari atas sampai bawah orang yang bertugas mengucurkan Tamba mengenakan pakaian serba putih. Pakaian tersebut biasa disebut binang yang merupakan singkatan dari klambi ne wong lanang (bajunya laki-laki). Yang berupa baju koko putih dan celana kampret ditambah penutup kepala berwarna putih. Sekilas mirip dengan petugas covid-19 hehehe...
Mengucurkan Tamba juga tidak sembarangan, ada beberapa tahap yang perlu dilakukan. Pertama, Pemberangkatan 14 orang petugas yang terbagi menjadi 7 tim pembawa Tamba oleh kebayan. Kedua, pengucuran Tamba di wilayah masing-masing yang sebelumnya sudah ditentukan. Ketiga, biasa penutupan tradisi Mapag Tamba akan diselenggarakan pergelaran wayang kulit. Itulah sekilas dari tradisi Mapag Tamba yang ada di kecamatan Sliyeg Kabupaten Indramayu. Corak masyarakat perkampungan yang irasional dalam menghadapi bencana atau dalam konteks ini wabah. Masih menggunakan hukum yang irasional dengan mengumpulkan air dari sembilan sumber yang kemudian dijadikan obat penangkal hama. Kita sedikit berkaca pada masyarakat rasional sekarang yang mulai menggunakan pestisida untuk mengusir hama pada tanaman padi. Namun begitulah adanya pada masyarakat irasional, sebagai negara yang berbudaya sudah sepatutnya kita melestarikan sebuah tradisi. Sehingga Indonesia tidak kehilangan ciri khasnya.
Komentar
Posting Komentar